Translate

Minggu, 19 April 2020

BIOGRAFI SINGKAT IMAM ABDULLAH BA'ALAWI

Syekh Abdullah Ba Alawi adalah salah satu tokoh yang lebih banyak kalah dari da'i di seluruh penjuru dunia, termasuk Asia Tenggara.

Saksi sejarah

كبير شهير للفضائل حائز و كم أتت من آية و نوادر

Dia adalah orang besar terkenal, memiliki berbagai keutamaan 
terbukti dengan persetujuan tanda dan kejadian darinya

شريف منيف هاشمي و محسن إلى كل شخص قائم في الدياجر

Orang terhormat, sopan, dari keluarga Bani Hasyim 
selalu berusaha baik pada orang lain

و مجتهد حاز الفنون جميعها و جاهد في ذهت الإله بباتر

Mujtahid yang menguasai berbagai disiplin ilmu berjuang di jalan Allah 

و قدوة أهل لعصر فانصر لشانه لقد فاق في العليا لكل مصابر

Teladan kaum di zamannya, telah mengungguli semua orang sabar, maka belalah jalan yang dilaluinya 

و أول من سميت في القطر شيخه سمعنا بذا عن أول و أواخر

Orang pertama yang kamu juluki dengan julukan Syekh di seluruh kota, hal ini disampaikan orang sekarang dan juga orang dulu 

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah untuk Nabi Muhammad SAW, kesejahteraan yang mulya dan para sahabat yang dengan ikhlas tulus meneladani Nabi Muhammad SAW, juga para pengikut mereka. Abdullah Ba Alawi adalah tokoh Hadhramaut yang berbaring. Seorang figur berhati-hati bersih. Sebab kemulyaan nasab, ucapan dan tingkah lakunya menjadi baik. Di kelas Klan Bani Alawi, ia adalah orang pertama yang dijuluki syekh. Ia juga termasuk orang yang dikabulkan doanya. Ini dibuktikan kompilasi penduduk Mekah memintanya berdoa agar Allah menurunkan hujan, Allah mengabulkannya dan turunlah hujan.

Berikut ini sejarah dan jalan yang ditempuh. Agar generasi yang mengambil sejarah tokoh pendahulunya, dapat mencoba dan mengambil hikmahnya.

Biografi Syekh Abdullah Ba Alawi

Nama lengkapnya Syekh Abdullah bin Alawi bin al Faqih al Muqaddam Muhammad bin Ali Ba Alawi. Ia Imam yang mengajarkan ilmu dhahir dan bathin. Ia menghargai hakikat ilmu dan rahasianya, juga akhlaq yang terkandung dalam misi Nabi SAW. Abdullah Ba Alawi terkenal dengan kedermawanan dan kelapangan hati. Ia menerima persetujuan hawa nafsu dan haal (perubahan kepribadian karena dzikir yang banyak) yang nampak.

Abdullah Ba Alawi lahir di Tarim tahun 637. Waktu itu, kakeknya, al Faqih Al Muqaddam masih hidup. Abdullah Ba Alawi lalu menghafal al Qur'an di kota itu. Ia hidup dan berkembang di masa lalu dalam lingkungan yang penuh dengan ketakwaan. Hal ini didukung oleh komunitas yang sangat dikenal oleh semua masyarakat Hadhramaut, ayah, ibu, saudara dan lainnya. Semuanya paham menggunakan waktu dan menghabiskan detik-detik berlalu.

Penulis Kitab  Al Musyari 'Al Rawi mengatakan, “Karakter Abdullah Ba Alawi adalah karakter ayah dan kakeknya. Jalan yang ia lewati adalah yang dikenalkan ayah dan kakeknya. Saat masih muda, ia pergi ke gunung-gunung dan padang luas, berjuang melawan nafsu dan melawannya dengan ibadah, ketaatan dan mendakikan diri pada Allah. Abdullah Ba Alawi banyak menangis. Ia menghindari hal-hal yang terlepas dari Allah dan segala macam permusuhan. Ia senantiasa memperbanyak bacaan Al Quran, mengajak anak dan rekan-rekannya memperbanyak bacaan kitab suci itu.

Syekh Abdullah Ba Alawi Merantau

Syekh Abdullah Ba Alawi semenjak belia merantau dari Hadhramaut ke Haramain (Makkah dan Madinah). Ia tinggal di sana lebih lama dari tahun lalu. Dalam perantauannya, ia melintasi daerah kota dan desa di Yaman. Di antara daerah-daerah tersebut, ada yang ikut dalam beberapa literatur kitab, antara lain al 'Awaliq al Sufla Kota Ahwar. Di kota itu tinggal Syekh Muhammad bin Maimun al Tihami, salah seorang murid Syekh Ismail al Hadhrami. Syekh Abdullah Ba Alawi lalu belajar dari beliau. Para sejarawan berselisih, berapa lama Abdullah Ba Alawi tinggal di Ahwar.

Setelah itu ia pindah ke Aden, lalu daerah Tihamah Yaman. Setiap singgah, para ulama selalu datanginya untuk mengambil faidah darinya. Abdullah Ba Alawijuga mengambil faidah dari mereka.

Al Gharar   mengatakan, saat Syekh Abdullah Ba Alawi memasuki Kota Taiz, penduduk kota itu memintanya untuk tinggal di sana. Namun Abdullah Ba Alawi meminta maaf karena tak bisa memenuhi permintaan mereka. Abdullah Ba Alawi sebaliknya yang mengambil faidah dari beberapa orang penduduk Taiz.

Kehidupan Sang Tokoh di Haramain

Syekh Abdullah Ba Alawi tinggal di Mekah, di dekat Baitullah. Ia belajar dari majelis-majelis taklim di sana. Ia juga banyak menghabiskan waktunya untuk beramal saleh dengan berpuasa, shalat dan lainnya. Semua kalangan, besar kecil, pemerintah atau rakyat jelata, senang terlibat. Doanya dikabulkan Allah SWT. Allah juga banyak menampakkan karamah pada dirinya.

Sebagian Riwayat Hidup Syekh Abdullah Ba Alawi

Ditulis dalam beberapa buku biografi, seperti Al Musyarri 'Al Gharar, Syarah Al Ainiyah dan lainnya adalah Syekh Abdullah Ba Alawi kompilasi tinggal di Makkah berjuang keras untuk bisa belajar sambil mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Di bulan Ramadhan, ia menghatamkan Al Quran pada setiap dua rakaat, setelah berbuka dan Shalat Maghrib. Ia lalu pergi ke kota Zabid, tempat berkumpulnya para ulama besar. Ia belajar dari para ulama di kota itu. Ia juga saling bertukar pengalaman dan pengalaman keilmuan. Syekh Abdullah Ba Alawi lantas singgah di Taiz dan belajar dari ulama kota ini. Tentang tekad dan kedermawanannya, pengarang Kitab  Al Gharar mengatakan, “Semasa hidup, dialah yang menafkahi keluarga Bani Alawi semuanya. Ia bersedekah dengan jumlah yang banyak sekali. Diundang bersedekah untuk masjid yang dinamai dengan namanya, Masjid Ba Alawi. Masjid sebelumnya ini dinamakan dengan Masjid Bani Ahmad, disandarkan pada saat Al Imam Al Muhajir Ila Allah Ahmad bin Isa.

Syekh Abdullah Ba Alawi mensedekahkan lahan pertanian, mata air dan kebun korma meminjamkan 90 ribu dinar. Dipakai digunakan untuk mensejahterakan masjid dan menghormati para tamu masjid. Syekh Abdullah Ba Alawi juga bersedekah untuk pasar Tarim, pelayanan penggalian kubur dan penguburan jenazah. Selain itu, ia juga mensedekahkan tanah bernama Al Wasithah. Tanah ini digunakan untuk menghormati para tamu di Tarim.

Saat Syekh Abdullah Ba Alawi masih berdomisili di Haramain, bantuan untuk Hadhramaut selalu mengalir. Sampai saat saudaranya, Syekh Ali bin Alawi meninggal di Hadhramaut, orang-orang memintanya pulang ke Tarim. Akhirnya ia pulang melalui jalan darat melalui Aden dan Mukalla.

Ditempatkan dalam beberapa buku biografi, di Al Musyari Al Rawi, saat berada dalam perjalanan antara Aden dan Mukalla, ia menyempatkan diri singgah di Ahwar untuk bersilaturahmi dengan gurunya, Syekh Umar bin Maimun. Namun Syekh Abdullah Ba Alawi mendapatinya telah meninggal dunia. Ia lalu yang memandikan dan mengkafaninya. Ternyata pernah, sebelum meninggal Syekh Maimun tidak pernah mengatakan pada Syekh Abdullah Ba Alawi, “Nanti bila aku meninggal dunia, mandikan dan kafani aku. Saat itu, akan datang syekh dengan sifat-sifat seperti ini, jadikan ia imam untuk mensholati jenazahku. Dialah yang akan menjadi penggantiku kelak. "

Ketika Syekh Abdullah Ba Alawi datang, wasiat itu ia laksanakan. Lantas penduduk memintanya untuk tingal di situ menjadi Syekh Maimun. Namun ia tidak dapat memenuhi permintaan tersebut. Akhirnya putra Syekh Maimun dibaiat menjadi syekh dan dipakaikan Khurqah. Syekh Abdullah Ba Alawi berpesan, "Eratkan ikat pinggangmu karena aku diutus untuk membuatmu Imam." Lalu ia meninggalkan mereka menuju Ba Ma'bad.

Syekh Kembali ke Tarim

Syekh Abdullah Ba Alawi sampai di Tarim dan mencapai penduduk kota itu. Ia lantas menikah dengan istri mendiang adiknya. Ia merawat dan mendidik anak-anak. Penulis  Al Musyarri  mengatakan, “Saat tiba di Tarim, penduduk kota itu seakan mendapatkan keunutngan luar biasa. Kota ini menjadi bersemangat. Semua penduduk menyambutnya dengan wajah gembira berseri-seri. ”

Syekh Abdullah Ba Alawi mengajar fiqih Madzhab Syafi'i, Thariqah dan pembahasan-pembahasan tentang ilmu hakikat. Orang dari luar Tarim pun berdatangan untuk belajar meraih. Ilmunya menyebar ke seluruh penjuru. Syekh Abdullah Ba Alawi mengangkat para syekh dan menghormati posisi mereka. Di bawah asuhannya, generasi terlahir yang banyak dan luar biasa.

Sebagian Murid Syekh Abdullah Ba Alawi 

Sebagian muridnya adalah: 
1. Tiga orang putranya; Ali, Muhammad dan Ahmad. 
2. Keponakannya, Muhammad Muladawilah. 
3. Sepupunya: Abu Bakar dan Alawi bin Ahmad. 
4. Sayyid Muhammad bin Alawi. 
5. Syekh Abdullah bin Al Faqih Ahmad bin Abdul Rahman. 
6. Syekh Ali bin Silim. 
7. Syekh Fadhal bin Muhammad Ba Fadhal. 
8. Syekh Abdullah bin Al Faqih Fadhal. 
9. Syekh Muhammad bin Ali Ba Syuaib Al Anshari. 
10. Syekh Muhammad bin Al Khatib. 
11. Syekh Muhammad bin Abi Bakar Ba Abbad. 
12. Syekh Muhammad bin Ali Ba Syu'aib Al Anshari. 
13. Syekh Muhammad bin Khatib. 
14. Syekh Ahmad bin Ali Al Khatib.
15. Syekh Abdul Rahman bin Muhammad Al Khatib. 
16. Syekh Umar Bawazir (dimakamkan di Al Ghail Al Asfal). 
17. Syekh Khalil bin Umar bin Maimun peduduk Ahwar. 
18. Syekh Maflah bin Abdullah bin Fahad. 
19. Syekh Bahmaran (dimakamkan di Maifa'ah, ia bukan Bahmaran murid Al Faqih Al Muqaddam)

Mengatur waktu

Ditempatkan dalam Kitab  Al Musyari 'Al Rawi , “Di antara kebiasaannya, keluar masjid untuk shalat witir dan membaca Al Qur'an sampai diterbitkan Fajar. Kemudian beri'tikaf, bacakan Al Quran sampai terbit matahari. Lalu pulang ke rumah sambil menunggu dan kembali lagi ke masjid untuk menyampaikan pelajaran sampai saat qailulah (tidur siang menerima Dhuhur sampai waktu Dhuhur). Dia bers qailulah  di rumah, lalu kembali ke masjid untuk Shalat Dhuhur. Setelah itu, kembali lagi ke rumah untuk muthala'ah sampai tiba waktu Ashar. Kemudian Syekh Abdullah Ba Alawi melakukan Shalat Ashar bersama masyarakat dan duduk di masjid sampai datang waktu Maghrib. Setelah Shalat Maghrib, ia membaca Al Quran hingga Isya. Baru kemudian ia kembali ke depan.

Di Bulan Ramadhan, ia berada di masjid sampai waktu Shalat Tarawih tiba. Setelah shalat tarawih, ia shalat dua rakaat. Saat shalat dua rakaat itu, ia menghatamkan Al Quran. Lantas Syekh Abdullah Ba Alawi kembali ke rumah dan sahur, kemudian kembali lagi ke masjid sampai waktu Dhuha tiba. Setelah Shalat Dhuha, ia pulang ke rumah untuk ber-qailulah sampai datang waktu Dhuhur. Setelah itu, ia kembali lagi ke masjid, Shalat Dhuhur berjamaah, lalu memberikan pelajaran sampai Ashar. Setelah itu ia berzikir.

Syekh Mauladawilah mensifati gurunya ini, "Aku belum mendapati orang seperti pamanku Abdullah, baik aku di sini maupun di kompilasi aku berpergian." Menurut Syekh Abdul Rahman al Segaf, "Semua 'arifin (tingkat di mana seseorang bertingkat kemampuan untuk memperoleh pengalaman Allah) mengatur bahwa Syekh Abdullah Ba Alawi adalah sisa para mujtahid."

 

Syekh Abdullah Ba Alawi Di Penghujung Usianya 

Syekh Abdullah Ba Alawi termasuk orang yang menunggu lama untuk beribadah dan beramal saleh. Di akhir usianya, ia berujar, “Segala sesuatu mengurangi diriku sebagai dunia. Aku tak peduli sama sekali di dunia, apakah dia datang atau pergi. Tempat dunia hanya di atas tenggorokan. "

Maksud kalimat, 'Segala sesuatu mengurangi diriku': mengurangi kekuatanku. Penyebab badan menjadi lemah saat menghadapi masa muda. Meski begitu, ia tak pernah telat beribadah dan beramal saleh. Ia tak pernah bermalas-malasan untuk mencapai semua keutamaan. Ia memiliki banyak keutamaan, yang disetujui oleh penulis Al Musyarri ': “Syekh Ba Alawi sangat gemar minyak wangi sampai baunya tercium dari kejauhan. Ia berkulit putih, tinggi, berwajah tampan, lebar, lisannya fasih, pemberani, berjambang lebat, berwibawa, tersenyum. Semua orang memujinya dengan umpan-umpan syair, seandainya dikumpulkan, akan menjadi buku tebal. ”

Syekh Ba Alawi senantiasa menyampaikan ilmu sampai akhir hayatnya, di hari Rabu, pertengahan Jumadil Ula, tahun 731. Ia wafat di usia 93 tahun atau 91 tahun. Perbuatan ini karena hari kelahirannya diperselisihkan. Hari itu merupakan hari kesedihan, terutama bagi orang-orang faqir, lemah dan anak yatim. Ia dimakamkan di samping makam kakeknya, Al Imam Al Faqih Al Muqaddam.

Penulis Kitab  Al Gharar  menjanjikan beliau dalam bait-bait:

سلام على نسل شيوخ الأكابر سلام عليه بالعشي و باكر

Keselamatan bagi putra para syekh yang mulia sepanjang malam dan siang

سلام على شيخ الشيوخ أبيهم سلام عليه عد طش المواطر

Keselamatan bagi guru di titik air hujan

سلام على الأواب واحد عصره إمام الهادي كهف التقى و البصائر

Keselamatan bagi orang yang taubat, imam para penunujuk, naungan ahli takwa

سلام على كنز المساكن عينهم أب لليتامى و الأرامل ياسر

Keselamatan bagi pusat orang miskin, ayah anak-anak yatim, dan janda-janda

سلام على القوام على نسق الدجى و في الصيف صوام بوقت الهواجر

Keselamatan bagi orang yang shalat saat gelap gulita, dan di musim panas berpuasa, saat semua orang menghindarinya.

سلام على النحرير و الفاضل ترقى إلى العليا بفخر مفاخر

Keselamatan bagi orang yang mahir nan utama, yang meningkat derajatnya dengan segala kebanggaan

عظيم التقى و الزهد للخلق معقل لإذا ناب خطب مؤلم للعاشر

Seorang yang berderajat tinggi dalam ketakwaan, kezuhudan, benteng untuk masyarakat yang dilanda hal yang terluka

يقوم مقاما لم يقم فيه غيره هو الشيخ عبد الله نجل لباقر

Mencapai derajat yang belum pernah mencapai orang lain, beliaulah Syekh Abdullah ayah Baqir

سلالة العلوي الهمام الذي سما سماء المعالي ما له من مناظر

Ia menguasai Sayyidina Ali yang telah mencapai ketinggian tak tertandingi 

Keluarga Abdullah Ba Alawi

Ali Abdullah Ba Alawi adalah julukan untuk keluarga Bani Alawi melawan Syekh Abdullah Ba Alawi. Nasab keluarga ini benar-benar dijaga silsilahnya dengan cara dicatat dan dibukukan. Di antara buku ini, yang terakhir kali di-tahqiq dan ditertibkan adalah buku Syamsu al Dhahirah, di-tahqiq oleh Sayyid Muhammad Dhiya Syihab.

Dari buku di atas, kita banyak menemukan data tentang Ali Abdullah Ba Alawi. Silsilah Keluarga Ali Abdullah Ba Alawi.

Penulis  Syamsu Al Dhahirah  mengatakan, Syekh Abdullah Ba Alawi memiliki tiga putra:

Pertama, Ahmad. Ia berputra satu, yaitu Imam Muhammad Jamalullail yang meninggal tahun 787. Imam Muhammad berputra satu, yaitu Abdullah yang juga berputra satu, Ahmad. Silisalah (rangkaian) nasab tersebut habis sampai di sini.

Kedua, Ali bin Abdullah yang meninggal di Tarim 784. Ia memiliki empat putra yaitu Muhammad al Qarandali, Ahmad, Abdul Rahman. Dua putranya ini juga habis di sini. Putra Empat adalah Abdullah. Ia berputra dua: Ahmad dan nasabnya telah habis. Yang kedua adalah Alawi yang terkenal dengan nama 'al Syaibah'. Ia memiliki enam putra empat. Di antara mereka berketurunan terus dan yang dua nasabnya telah habis. Dari empat orang tadi, lahir Ali Abdullah Ba Alawi bercabang sebagai berikut: 
1. Keluarga al Syaibah. Nasab mereka kembali ke Umar bin Alawi bin Ali bin Abdullah Ba Alawi. 
2. Keluarga Al Masilah, di daerah Pesisir. Nasab mereka kembali pada Muhammad bin Alawi bin Ali bin Abdullah Ba Alawi
3. Keluarga Ba Ruum di Do'an, Negri Air, Hijaz, India dan lain-lain. Nasab keluarga ini dikembalikan pada Muhammad bin Alawi bin Ali bin Abdullah Ba Alawi. 
4. Keluarga al Syilli. Nasabnya kembali pada Sayyid Abdullah bin Abu Bakar bin Alawi yang terkenal dengan al Syilli. 
5. Keluarga Bin Junaid. Nasab mereka kembali ke Sayyid Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alawi al Syaibah. 
6. Keluarga al Ahdlar. Nasab mereka kembali ke Sayyid Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alawi al Syaibah. Di antara mereka ada yang berada di Saihut, Dathinah, Awaliq, dan lain-lain. 
7. Keluarga al-Jailani yang berada di Markhah, Do'an, Rehab dan al Aisar. Nasab mereka kembali ke Sayyid Muhammad bin Ahmad Qasam bin Alawi al Syaibah.
8. Keluarga Hamdun di Habasyah. Nasab keluarga ini kembali ke Sayyid Muhammad Hamdun bin Alawi bin Muhammad al Mu'allim bin Ali Jahdab bin Abdul Rahman bin Muhammad bin Abdillah Ba Alawi. 
9. Keluarga al Kherred di Tarim, Doan, Jawa, Palembang, Bali (Indonesia), Kelantan (Malaysia) dan Somis. Nasab mereka kembali ke Sayyid Zain bin Ali Kherred bin Muhammad Humaidan bin Abdul Rahman bin Muhammad bin Abdillah Ba Alawi. 
10. Keluarga Ba Raqbah yang ada di Tarim, India, Jawa, Jambi, Cirebon, Palembang, Siyak, Riau, Surabaya dan Pekalongan (Indonesia). Nasab mereka kembali ke Sayyid Umar Ba Raqbah bin Ahmad al Aksah bin Muhammad bin Abdullah Ba Alawi.
11. Keluarga Ba A'abud Dabhan yang berada di Qasam, Ghaidhah, Dhafar dan Jawa (Indonesia). Nasab mereka kembali ke Sayyid Dabhan bin Ahmad al Aksah bin Muhammad bin Abdullah Ba Alawi. 
12. Keluarga al-Munaffir di Tarim, Malabar, Jawa (Indonesia), Lahj, Habasyah, Hijaz, Zaila ', dan Yaman, dibahas oleh pentahqiq buku Syamsu Al Dhahirah, keluarga al Munaffir bercabang menjadi: 
1) Keluarga Al Munaffar di Malabar dan Jawa (Indonesia). 
2) Keluarga Al Marzaq di Bangil Jawa (Indonesia) 
3) Keluarga Fad'aq di India, Suqatra, Hiban, al Awaliq, Syaqrah. 
4) Keluarga Abi Numi di Habasyah, Syihir, Ghail, al Mukalla, Hajar, Ahwar, India, Dhafar. 
5) Keluarga Al Mutahhar di Qasam, Jawa, India dan Syihir. 
6) Keluarga Mudaihij di Tarim, Raidah, Jawa, Yaman dan India.
7) Keluarga Bin Hamid di Tarim, Malabar dan Jawa (Indonesia). 
8) Keluarga Madhar di Dhafar, Makkah. Di antara mereka juga ada yang di Ahwar.

wallahu a'lam 
sumber: indo hadhramaut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar