Nama keluarga “SUNGKAR” ini sebenarnya dari mana dan maknanya apa?
Sebagian besar cerita yang diceritakan dari mulut ke mulut serta
penjelasan yang ada menyebutkan bahwa nama “ SUNGKAR “ ini diambil dari
kata Sukkar yang artinya gula. Disebut Bin Sungkar karena dikatakan
dari sebuah sumber bahwa Bin Sungkar inilah yang pertama kali menjual
gula di Hadramaut (اول من باعوا السكر بحضرموت ) . Tetapi disebutkan
oleh Al Faqieh As-Syaikh As-Sama’ani, ada sebagian lain yang mengatakan
bahwa SUNKAR ini memang diambil dari kata Sukkar (gula) yang memiliki
arti manis, tetapi bukan karena keluarga ini merupakan penjual gula yang
pertama di Hadramaut, melainkan karena golongan ini terkenal dengan
bahasa dan kata katanya yang manis dan halus. Wallahu’alamu bis-showab.
Nasab keluarga Bin Sungkar ini kembali sampai ke Abyd Al-Mulaqob
Basunkar bin Ali bin AbdurRaouf bin Manshour bin Mubarak bin Aslam bin
Abied bin Sa’ad bin Musa bin Ibrahiem bin Aboud bin Ishaq bin Sholeh bin
Aboud bin Abied bin Abdullah bin Imran bin Umar bin Sai’ed bin Sa’ad
bin bin Imran bin Al Aswad bin Amru bin Sa’ad bin Zar’ah bin Sai’ed bin
Aziez bin Sayf bin Al Aswad bin Qais bin Ma’ad Yukarab bin Al Harits bin
Amru Al Qais bin Malik bin Ka’ab bin Adi bin Ka’ab bin Uqbah bin
Syabieb bin Uqbah bin Ka’ab bin Amru Al Qais bin Malik nin Ha-syad bin
Al-Mundzirien bin Al Fatak bin Ha-syad Al-Mundzirien bin Malik bin
Ha-syad Al Akbar bin Syabieb bin As Sukun bin Asyras bin Kindah dari
(Bani Kindah).
Nasab tersebut ditemukan tertulis dari tulisan
Al-Alamah Asy-Syaikh Salim bin Muhammad bin Hameed yang ditulisnya pada
17 Sya’ban 1293 Hijriyah, dikutip dari tulisan tangan Al-Alamah Ali bin
Abdul Raheem Baktsier yang ditulis tangan olehnya pada tanggal Hari
Sabtu 11 Rabi’ul Tsani tahun 1250 Hijriyah, yang dikutip dari tulisan
tangan Syaikh Abdullah bin Umar bin Salim Bafadhal di Tarim ditulis pada
29 Rajab tahun 1013 Hijriyah, ditemukan dikutip dari tulisan tangan Al
Faqieh Sayyid Muhammad bin Aqiel bin Syekh bin Ali bin Abdullah Wathob
Al-‘Alawy di Tarim ditulis pada tanggal Hari Kamis, 23 Romadhon tahun
986 Hijriyah, dan diberi tanggal disitu wafat Abied bin Ali Sungkar
setelah tahun 897 Hijriyah. Dan keluarga Bin Sungkar ini sangat dekat
hubungan kekerabatannya dengan Keluarga Askar, dari kakek-kakeknya.
Keluarga ini memiliki beberapa pecahan-nya, yaitu seperti Al-Urmi,
Al-Ghurfy, Bin Awood, Bin Abdisyekh, Abood, Faraj, Dahman, Syariuf
dsbnya. Nama nama pecahan ini berasal dari daerah asalnya di Hadramawt
serta menunjukkan nama kakek pertama yang datang ke Indonesia. Contoh
Sungkar Al-Urmi itu berasal daerah Urma di Hadramaut, kemudian Syariuf
juga sama dari daerah Syariuf, demikian halnya dengan Ghurfi dari daerah
Al-Ghurfi. Sedangkan Abood, Faraj, Abdisyekh, Dahman menunjukkan
kakek-kakek mereka yang pertama ke Indonesia. Seperti keluarga Sungkar
Faradj, atau biasa disebut Faradan, karena dari nama kakeknya yaity
Faradj bin Ali bin Sungkar.
🔹🔹🔹🔹🔹🔹
Keluarga Bin Sungkar di Indonesia pada awalnya terpusat di Tegal, Pekalongan dan Solo,
walaupun belum ada catatan sejarah yang bisa menjelaskan siapakah dari
keluarga Bin Sungkar ini yang pertama kali datang ke Indonesia dan pada
tahun berapa kedatangan awalnya.
Tetapi catatan sejarah
menuliskan bahwa hingga sekitar awal tahun 1899, di Tegal; Pemerintah
Kolonial Belanda menunjuk seorang Kepala Koloni Arab disana dari
keluarga Bin Sungkar, yaitu Syekh Abdullah bin Ahmad bin Bakeran bin
Sungkar.
Yang lahir di Haynin (Wadi Hadhramaut) dan diperkirakan datang di Indonesia sekitar tahun 1845.
Keluarga Bin Sungkar ini selain terkenal sebagai keluarga ahli
perdagangan atau bisnismen, juga dikenal sebagai keluarga ahli agama.
Salah satu tokoh ulama dari keluarga Bin Sungkar ini adalah Al Faqieh
Syeikh Umar bin Aqad bin Ahmad bin Sai’ed bin Abied Sungkar bin Ali bin
Abdur-Rauf Al Hadrami yang meninggal pada tahun 1002 Hijriyah dari
daerah Ja’iemah.
Keahlian dalam dunia perdagangan ini terbukti
sekali dengan keberhasilan mereka sebagai pedagang pedagang besar pada
masanya, dari mulai pengusaha property di daerah Bendungan Hilir dan
Surabaya pada tahun 1930an, kemudian sebagai pedagang Tekstil/Batik
terkenal di Solo dan Pekalongan hingga nerambah sebagai pedagang kulit
terkenal di Indonesia.
Seperti Soengkar Aloermie (qv) & Co.
pedagang batik dari Surabaya pada tahun 1930s; yang juga menjalankan
N.V. Bouw en Cultuur Mij. Mataram, pertama kali didirikan tahun 1934 di
Surakarta.. Kemudian juga ada Ali b. Awad b. Muhammad Al-Urmi seorang
saudagar kaya bidang batik dan distributor kain dari Pekalongan, yang
juga memberikan bantuan finansial untuk Sekolah Ma'had Islam yang
didirikan pada tahun 1942.
Dan di Solo ada Shaykh Sa’id b. Umar
b. Awudh b Sungkar atau Said Oemar Soengkar, yang dikenal dengan
singkatannya SOS, yang merupakan salah satu dari pengusaha batik Solo
yang cukup sukses pada akhir tahun 1930s.
Keluarga ini memiliki pabrik batik yang cukup besar dan pemintalan tenang yang cukup besar di wilayah Solo pada tahun 1939.
Syekh Said ini memiliki seorang adik juga yang cukup sukses di bidang
batik, yaitu Shaykh Abdullah b. Umar b. Awudh b Sungkar, yang dikenal
sebagai “Dollah Bagus”.
Abdullah Bin Sungkar ini memiliki beberapa Perusahaan Batik, salah satu nya adalah Cap Potret dan Tiga Anak .
Satu dari dua pionir Hadhrami dalam bidang industri tekstil di Java
Selain di ketiga daerah tersebut, ada sebagian dari keluarga Bin
Sungkar ini yang hidup diwilayah Batavia, atau Jakarta pada masa itu,
yang terkenal cukup modern dengan mengirimkan beberapa anaknya ke
Sekolah ke Istambul, Turki diantaranya adalah Abdullah b. Ali b. Salim
b. Sungkar; Ahmad b. Bukran b. Abud b. Sungkar, Dawud b. Sa’id b. Salim b
Sungkar dan Sulaiman b. Ali b. Salim b. Sungkar.
Pada waktu itu
ada 7 anak yang dikirim ke Istambul pada tahun 1899 untuk belajar di
Ashiret Mektebi, sekolah untuk Arab dan pemimpin minoritas lainnya,
didirikan pada tahun 1892 dengan akomodasi gratis dan penginapan, untuk
mempersiapkan mereka dalam karir pemerintahan dan militer.
Selain berhasil sebagai pedagang tekstil/batik, ada dari keluarga Bin
Sungkar ini yang juga sukses di bidang lain, seperti bidang properti di
Batavia, salah satunya adalah Ali b. Salim b. Ahmad b. Sungkar yang
merupakan seorang pengusaha kaya yang pada waktu itu membeli komplek
perumahan di daerah Bendungan-Hilir pada tahun 1880 dari tuan tanah
Betawi, 'Abdallah b. Sa'id Ba-Salamah. Dan sampai dengan tahun 1886,
Ali. b. Salim b. A. Sungkar ini dikabarkan masih memiliki properti tanah
di Bendungan Hilir Estate, yang luas daerah tidak diketahui secara
pasti, dengan populasi 412 penduduk yang menghuni daerah tersebut, dan
pada waktu itu bernilai f16,800.
Banyak dari keluarga Bin
Sungkar ini juga yang menjadi Tokoh Terpandang dan Kepala Golongan Arab
di berbagai daerah di Indonesia.
Antara lain :
Shaykh Achmad bin Abdullah bin Sungkar : Kepala Arab Ampenan Lombok
Shaykh Abdullah bin Achmad bin Bakeran Sungkar : Letnan Arab Tegal 6 Januari 1888
Shaykh Muhammad bin Achmad bin Sungkar : Wakil Arab dalam Dewan Kota Tegal 1910 & Letnan Arab Tegal, 11 Oktober 1902
Shaykh Ali bin Awab bin Sungkar Al-Urmi : Letnan Arab Pekalongan, 06 Mei 1940
Shaykh Awadh bin Sungkar Al-Urmi : Kapten Arab di Solo, yang
kediamannya terkenal dengan peristiwa Fatwa Solo, dengan Syekh Surkati
Saleh bin Ahmad Sungkar : 1920 – 1953 : seorang Pejuang Muda dan Tokoh Islam, Ketua DPRD Lombok
SYEKH AWAB SUNGKAR AL-URMEI : Kapiten Arab Solo/Saudagar Tekstil/Batik Solo.
Dsb.
Dsb.
_____________
Dikutip dari kitab:
Dikutip dari kitab:
1. Idaam Al-Quut Fii Tarikh Hadramaut - إدام القوت في تاريخ حضرموت
2. Mukhtashar Kitab Ad-Daar wal Yaquut fi Ma’rifatii Buyutaat Arob
Al-Mahjar : Bani Kindah - مختصر كتاب الدر والياقوت في معرفة بيوتات عرب
المهجر وحضرموت : قبائل كنده